Selasa, 11 Maret 2014

Sejarah Cepu



SEJARAH CEPU 
Tinjauan Historis Sejarah
Lisan (Tradisi Lisan)
Cepu adalah kota kecil yang merupakan bagian dari Kabupaten Blora yang letaknya di ujung timur Jawa Tengah, yang berbatasan lansung dengan propensi Jawa Timur tepat berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro. Walaupun kota kecil,  Cepu adalah salah satu kota yang memiliki cerita History   ( Sejarah ) yang berhubungan dengan kerajaan Demak serta Kerajaan Pajang kala itu. Selain itu Cepu juga memiliki cerita tentang Sejarah Perang Kemerdekaan dan Tragedi pemberontakan PKI tahun 1948 atau 1965.  Untuk itu tulisan ini hanya sedikit mengulas tentang Kota Cepu dari Tradisi Lisan/Tutur yang berkembang pada masyarakat. Tradisi Lisan atau sejarah lisan yaitu cerita yang berasal dari orang-orang tua terdahulu yang dituturkan atau diceritakan kepada anak cucunya atau orang lain. Keberadaan tradisi lisan sangatlah penting karena merupakan bagian dari sejarah lokal, yang mana sejarah lokal merupakan cikal-bakal dari sejarah Nasional.
Nama Kota CEPU  ada 3 ( tiga ) versi yang pernah kami ketahui :
1.      Nama Cepu sebelum ada Kadipaten  Jipang Panolan, yaitu PLUNTURAN
Nama Plunturan konon  diceritakan antara stasiun cepu kota/ngareng dan pertigaan Semangat dulu ada seorang laki-laki tua yang mata pencahariannya membuat tali/dadung, yang cara membuat nya diplunturi (bahasa Jawa) yaitu membuat tali dengan menggulungnya di bagian kaki. Akhirnya orang ini meninggal di pertigaan semangat dan orang menjulukinya Mbah Pluntur. Makam Mbh pluntur ini di percaya masyarakat sekitar ada di desa Menggung berdampingan dengan mbah Singoyudo. Nama Plunturan ini di tulis oleh Prof. Suripan dalam bukunya Tradisi dari Blora
2.      Nama Cepu pada masa Kadipaten Jipang Panolan
Pada masa ini  berhubungan dengan kemelut di Kerajaan Demak Bintoro sepeninggal SultanTrenggono yang gugur setelah berusaha menaklukan Pasuruan pada tahun 1546. Perebutan tatah antara anak Pangeran Sekar  yaitu Haryo penangsang yang merasa berhak atas tahta Kerajaan Demak. Yang dilakukannya dengan membunuh Pangeran Prawoto anak Sultan Trenggono sebagai balas dendam akan dibunuhnya pangeran Sekar Sedo Lepen.Arya Penangsang naik tahta sekitar tahun 1546-1568 sebagai Sultan yang ke – 4, kemudian Haryo Penangsang  memindahkan pusat kerajaan Demak ke Kadipaten Jipang Panolan ( Cepu ). Pada masa inilah nama Cepu  muncul yaitu  peristiwa di seretnya Raden Romo oleh Pengeran Benowo  dengan mengunakan Kuda, yang talinya terbuat dari  bambu yang akhirnya di tolong oleh kakaknya yaitu Raden Ronggo. Kejadian ini berakibat kaki atau paha/pupu ( bhs jawa ) dari Raden Romo penuh tertancap serpihan pecahan bambu, kemudian di berilah nama Cepu dari asal kata bahasa Jawa Mancep Neng Pupu.
3.      Nama Cepu pada masa Kolonial Belanda
Konon nama Cepu berasal dari kata CEPUK ( bahasa Jawa ) yaitu tempat menyimpan uang atau barang kecil.

Selain itu hampir semua nama desa atau kampung di Cepu  berhubungan dengan sejarah Kadipaten Jipang panolan antara lain :
a.      Tuk  Buntung
Tempat ini sekarang merupakan sentral aktifitas kegiatan  di kota Cepu serta sebuah jalan utama yang boleh dikatakan Alun-alunya kota , karena sekarang ada taman serba guna, namun tempat ini dulunya penuh dengan pohon Trembesi atau Meh yang mana pohonya di beri nama Meh, bunganya bernama Maling sedangkan buahnya Mindhik sehingga apabila kata itu di sambung dalam bahasa jawa berarti Meh Maling Mindhik-Mindhik (mau mencuri mengendap-endap). Selain itu juga ada yang percaya bahwa daerah Tuk Buntung merupakan tempat  menempatkan kuda pasukan elit Jipang Panolan Gagak Rimang dan masa Perang Kemerdekan digunakan sebagai tameng para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan baik melawan Tentara Belanda maupun Jepang.Sehingga kawasan Tuk Buntung ini sebenarnya merupakan jagar budaya, walaupun saksi bisu sejarah ini hanya berupa pohon yang sudah banyak di tebang akan tetapi kental dengan cerita mistis dan mitos. Cerita Tuk Buntung konon dulu ada ikan gabus besar dalam bahasa jawa diberi nama KUTUK ,  diceritakan Kutuk ini kepalanya ada di Tuk Buntung sekarang dan ekornya ada di Gardu Sapi ( istilah Jaman Jepang ) / sekitar Sumber Agung desa Wonorejo. Sementara itu karena terpisah antara kepala dan ekornya maka diberi nama Tuk Buntung dari asal kata Kutuke Buntung. Selain itu juga ada cerita mistis akan muncul ikan gabus yang ekornya buntung sampai sekarang. Tuk buntung memang sangatlah  fenomenal karena di beberapa cerita lesan menceritakan di tempat ini juga ada tempat peninggalan kerajaan Malwapati Prabu Angling Dharma berupa pesangrahan yang di beri nama PUTAT.
b.      Desa Dengok, Desa Brangkal, dan Desa Sorogo
Ceritanya berhubungan dengan istri Pangeran Benowo yaitu Raden Ayu Siti Maerah yang akan di jadikan putri  boyongan oleh Raden Ronggo, akan tetapi Beliau tidak mau yang akhirnya melarikan diri  dan di kejar oleh prajurit Raden Ronggo. Raden Ayu Siti Maerah menyeberangi sungai Bengawan Solo dan bersembunyi di semak-semak akan tetapi ketahuan ,karena mempelihatkan kepalanya dalam bahasa jawa Ndengngogok yang kemudian di beri nama  menjadi desa Dengok . Kemudian melarikan diri lagi menyeberangi sungai Bengawan Solo dengan menaiki pingiran sungai dengan susah payah serta mengedap-ngendap supaya tidak ketahuan dalam bahasa jawa Brangkang, yang kemudian diberi nama Desa Brangkal. Kemudian Raden Ayu Siti Maerah Masih bisa melarikan diri, akan tetapi Raden Ronggo tidak kalah cerdik ia sudah mempersiapkan prajuritnya yang lain untuk menghadang dan akhirnya Raden Ayu Siti Maerah Menyerahkan diri/ dalam bahasa jawa Soroh Rogo namun dia berpikir dari pada jadi putri boyongan lebih baik ia mati dengan cara bunuh diri ,yang kemudian desa itu diberi nama Sorogo. Makamnya ada di daerah sorogo dekat KPH Perhutani Cepu.
c.       Balun Saudagaran
Pada waktu kejayaan kerajaan mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo ( Th 1613 – 1645 ),mengingat keberadaan kerajaan Mataram berada pada daerah pedalaman sehingga perlu untuk memperlancar aktifitas perekonomian terutama perdagangan, untuk itu Sungai Bengawan Solo digunakan sebagai merupakan penghubung  mata rantai perdagangan kerajaan Mataram dengan aktifitas perdagangan di daerah pesisir utara pulau jawa. Oleh sebab itulah di kota Cepu pada waktu itu merupakan tempat lalu - lalang perahu dan kapal  perdagangan kala itu. Banyak para pedagang besar atau Saudagar yang singgah atau bertransaksi perdagangan di daerah aliran sungai Bengawan solo,kemudian para saudagar ini banyak yang mendirikan rumah tempat tinggal dan akhiranya menetap. Sehingga tempat ini kemudian di beri nama Balun Saudagaran, ini bisa kita buktikan dengan beberapa bangunan yang masih ada sekarang ini.
Sebenarnya masih banyak cerita tutur atau tradisi lesan yang belum dipaparkan di sini,namun kesemua masih perlu di kaji kebenarannya dengan tinjauan ilmiah. Setidaknya tulisan ini dapat menambah pengetahuan wawasan kasanah kebudayaan tentang Kota Cepu.


 Kupersembahkan untuk :
§         Masyarakat Kota Cepu
§         Muridku SMPN 2 Cepu


Wahyudi,S.Pd
Guru Sejarah SMPN 2 Cepu