SEJARAH
CEPU
Tinjauan Historis Sejarah
Tinjauan Historis Sejarah
Lisan (Tradisi Lisan)
Cepu adalah
kota kecil yang merupakan bagian dari Kabupaten Blora yang letaknya di ujung
timur Jawa Tengah, yang berbatasan lansung dengan propensi Jawa Timur tepat
berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro. Walaupun kota kecil, Cepu adalah salah satu kota yang memiliki
cerita History ( Sejarah ) yang
berhubungan dengan kerajaan Demak serta Kerajaan Pajang kala itu. Selain itu
Cepu juga memiliki cerita tentang Sejarah Perang Kemerdekaan dan Tragedi
pemberontakan PKI tahun 1948 atau 1965. Untuk
itu tulisan ini hanya sedikit mengulas tentang Kota Cepu dari Tradisi
Lisan/Tutur yang berkembang pada masyarakat. Tradisi Lisan atau sejarah lisan
yaitu cerita yang berasal dari orang-orang tua terdahulu yang dituturkan atau
diceritakan kepada anak cucunya atau orang lain. Keberadaan tradisi lisan
sangatlah penting karena merupakan bagian dari sejarah lokal, yang mana sejarah
lokal merupakan cikal-bakal dari sejarah Nasional.
Nama Kota CEPU ada 3 ( tiga ) versi
yang pernah kami ketahui :
1.
Nama
Cepu sebelum ada Kadipaten Jipang
Panolan, yaitu PLUNTURAN
Nama
Plunturan konon diceritakan antara
stasiun cepu kota/ngareng dan pertigaan Semangat dulu ada seorang laki-laki tua
yang mata pencahariannya membuat tali/dadung, yang cara membuat nya diplunturi
(bahasa Jawa) yaitu membuat tali dengan menggulungnya di bagian kaki. Akhirnya
orang ini meninggal di pertigaan semangat dan orang menjulukinya Mbah
Pluntur. Makam Mbh pluntur ini di percaya masyarakat sekitar ada di
desa Menggung berdampingan dengan mbah Singoyudo. Nama Plunturan ini di tulis
oleh Prof. Suripan dalam bukunya Tradisi dari Blora
2.
Nama
Cepu pada masa Kadipaten Jipang Panolan
Pada
masa ini berhubungan dengan kemelut di
Kerajaan Demak Bintoro sepeninggal SultanTrenggono yang gugur setelah berusaha
menaklukan Pasuruan pada tahun 1546. Perebutan tatah antara anak Pangeran
Sekar yaitu Haryo penangsang yang merasa
berhak atas tahta Kerajaan Demak. Yang dilakukannya dengan membunuh Pangeran
Prawoto anak Sultan Trenggono sebagai balas dendam akan dibunuhnya pangeran
Sekar Sedo Lepen.Arya Penangsang naik tahta sekitar tahun 1546-1568 sebagai
Sultan yang ke – 4, kemudian Haryo Penangsang
memindahkan pusat kerajaan Demak ke Kadipaten Jipang Panolan ( Cepu ).
Pada masa inilah nama Cepu muncul yaitu peristiwa di seretnya Raden Romo oleh Pengeran
Benowo dengan mengunakan Kuda, yang
talinya terbuat dari bambu yang akhirnya
di tolong oleh kakaknya yaitu Raden Ronggo. Kejadian ini berakibat kaki atau
paha/pupu ( bhs jawa ) dari Raden Romo penuh tertancap serpihan pecahan bambu,
kemudian di berilah nama Cepu dari asal kata bahasa Jawa
Mancep Neng Pupu.
3.
Nama
Cepu pada masa Kolonial Belanda
Konon
nama Cepu berasal dari kata CEPUK ( bahasa Jawa ) yaitu tempat
menyimpan uang atau barang kecil.
Selain
itu hampir semua nama desa atau kampung di Cepu
berhubungan dengan sejarah Kadipaten Jipang panolan antara lain :
a. Tuk Buntung
Tempat
ini sekarang merupakan sentral aktifitas kegiatan di kota Cepu serta sebuah jalan utama yang
boleh dikatakan Alun-alunya kota , karena sekarang ada taman serba guna, namun
tempat ini dulunya penuh dengan pohon Trembesi atau Meh yang mana pohonya di
beri nama Meh, bunganya bernama Maling sedangkan buahnya Mindhik
sehingga apabila kata itu di sambung dalam bahasa jawa berarti Meh Maling
Mindhik-Mindhik (mau mencuri mengendap-endap). Selain itu juga ada yang
percaya bahwa daerah Tuk Buntung merupakan tempat menempatkan kuda pasukan elit Jipang
Panolan Gagak Rimang dan masa Perang Kemerdekan digunakan sebagai
tameng para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan baik melawan Tentara
Belanda maupun Jepang.Sehingga kawasan Tuk Buntung ini sebenarnya merupakan
jagar budaya, walaupun saksi bisu sejarah ini hanya berupa pohon yang sudah
banyak di tebang akan tetapi kental dengan cerita mistis dan mitos. Cerita Tuk
Buntung konon dulu ada ikan gabus besar dalam bahasa jawa diberi nama KUTUK
, diceritakan Kutuk ini kepalanya ada di
Tuk Buntung sekarang dan ekornya ada di Gardu Sapi ( istilah Jaman Jepang ) / sekitar
Sumber Agung desa Wonorejo. Sementara itu karena terpisah antara kepala dan
ekornya maka diberi nama Tuk Buntung dari asal kata Kutuke Buntung. Selain
itu juga ada cerita mistis akan muncul ikan gabus yang ekornya buntung sampai
sekarang. Tuk buntung memang sangatlah
fenomenal karena di beberapa cerita lesan menceritakan di tempat ini
juga ada tempat peninggalan kerajaan Malwapati Prabu Angling Dharma berupa
pesangrahan yang di beri nama PUTAT.
b. Desa
Dengok, Desa Brangkal, dan Desa Sorogo
Ceritanya
berhubungan dengan istri Pangeran Benowo yaitu Raden Ayu Siti Maerah yang akan
di jadikan putri boyongan oleh Raden
Ronggo, akan tetapi Beliau tidak mau yang akhirnya melarikan diri dan di kejar oleh prajurit Raden Ronggo. Raden
Ayu Siti Maerah menyeberangi sungai Bengawan Solo dan bersembunyi di
semak-semak akan tetapi ketahuan ,karena mempelihatkan kepalanya dalam bahasa
jawa Ndengngogok
yang kemudian di beri nama menjadi desa Dengok
. Kemudian melarikan diri lagi menyeberangi sungai Bengawan Solo dengan
menaiki pingiran sungai dengan susah payah serta mengedap-ngendap supaya tidak
ketahuan dalam bahasa jawa Brangkang, yang kemudian diberi nama
Desa Brangkal.
Kemudian Raden Ayu Siti Maerah Masih bisa melarikan diri, akan tetapi Raden
Ronggo tidak kalah cerdik ia sudah mempersiapkan prajuritnya yang lain untuk
menghadang dan akhirnya Raden Ayu Siti Maerah Menyerahkan diri/ dalam bahasa
jawa Soroh
Rogo namun dia berpikir dari pada jadi putri boyongan lebih baik ia
mati dengan cara bunuh diri ,yang kemudian desa itu diberi nama Sorogo. Makamnya ada di daerah sorogo dekat KPH
Perhutani Cepu.
c. Balun
Saudagaran
Pada
waktu kejayaan kerajaan mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo ( Th 1613 – 1645
),mengingat keberadaan kerajaan Mataram berada pada daerah pedalaman sehingga
perlu untuk memperlancar aktifitas perekonomian terutama perdagangan, untuk itu
Sungai Bengawan Solo digunakan sebagai merupakan penghubung mata rantai perdagangan kerajaan Mataram
dengan aktifitas perdagangan di daerah pesisir utara pulau jawa. Oleh sebab
itulah di kota Cepu pada waktu itu merupakan tempat lalu - lalang perahu dan
kapal perdagangan kala itu. Banyak para
pedagang besar atau Saudagar yang singgah atau bertransaksi perdagangan di
daerah aliran sungai Bengawan solo,kemudian para saudagar ini banyak yang
mendirikan rumah tempat tinggal dan akhiranya menetap. Sehingga tempat ini kemudian
di beri nama Balun Saudagaran, ini bisa kita buktikan dengan beberapa
bangunan yang masih ada sekarang ini.
Sebenarnya
masih banyak cerita tutur atau tradisi lesan yang belum dipaparkan di sini,namun
kesemua masih perlu di kaji kebenarannya dengan tinjauan ilmiah. Setidaknya
tulisan ini dapat menambah pengetahuan wawasan kasanah kebudayaan tentang Kota
Cepu.
Kupersembahkan
untuk :
§ Masyarakat Kota Cepu
§ Muridku SMPN 2 Cepu
Wahyudi,S.Pd
Guru Sejarah
SMPN 2 Cepu